Ada tujuh prinsip ISPO yang wajib dipenuhi agar usaha di bidang
perkebunan kelapa sawit mendapatkan sertifikasi ISPO. Jika tidak, maka
tidak akan lolos.
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO)
adalah sistem usaha di bidang perkebunan kelapa sawit yang layak
ekonomi, layak sosial, dan ramah lingkungan didasarkan pada peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia.
Persyaratan untuk mendapatkan sertifikat ISPO meliputi kepatuhan
aspek/segi hukum, ekonomi, lingkungan, dan sosial sebagaimana diatur
peraturan perundangan yang berlaku beserta sanksi bagi mereka yang
melanggar. Setidaknya ada tujuah Prinsip dan Kriteria ISPO Perkebunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan. Ketujuh prisip itu meliputi Sistem Perizinan
dan Manajemen Perkebunan, Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan
Pengolahan Kelapa Sawit, Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan. Selain
itu, usaha perkebunan kelapa sawit mesti memiliki tanggung Jawab
Terhadap Pekerja, tanggung Jawab Sosial dan Komunitas, Pemberdayaan
Kegiatan Ekonomi Masyarakat, dan Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan.
1. Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan
Menyangkut perizinan dan sertifikat, pengelola perkebunan harus
memperoleh perizinan serta sertifikat tanah dari pejabat yang berwenang
kecuali kebun-kebun konversi hak barat (erfpahct). Perizinan meliputi
IUP, IUP-B, IUP-P, SPUP, ITUP, Izin/Persetujuan Prinsip.
2. Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Untuk pedoman teknis budidaya, pembukaan lahan memenuhi kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air, konservasi terhadap sumber dan kualitas air.
Perkebunan dalam menghasilkan benih unggul bermutu harus mengacu kepada
Peraturan perundangundangan yang berlaku dan baku teknis perbenihan.
3. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Pengelola perkebunan yang memiliki pabrik harus melaksanakan
kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan yang
berlaku. Pengelola perkebunan harus melaksanakan kewajibannya terkait
AMDAL, UKL dan UPL sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pengelola perkebunan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran. Pengelola perkebunan harus menjaga dan melestarikan keaneka
ragaman hayati pada areal yang dikelola sesuai dengan ijin usaha
perkebunannya.
4. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja
Pengelola perkebunan wajib memiliki sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3), Pengelola perkebunan harus memperhatikan
kesejahteraan pekerja dan meningkatkan kemampuannya. Pengelola
perkebunan tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur dan melakukan
diskriminasi. Pengelola perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya
serikat pekerja dalam rangka memperjuangkan hak-hak karyawan/buruh.
Perusahaan mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja.
5. Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas
Pengelola perkebunan harus memiliki komitmen sosial, kemasyarakatan
dan Pengembangan potensi kearifan lokal. Dalam hal ini ada dua
indikator, pertama, tersedia komitmen tanggung jawab sosial dan
lingkungan kemasyarakatan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
setempat. Kedua, tersedia rekaman realisasi komitmen tanggung jawab
sosial dan lingkungan kemasyarakatan.
6. Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat
Pengelola perkebunan memprioritaskan untuk memberi peluang
pembelian atau pengadaan barang dan jasa kepada masyarakat di sekitar kebun.
Tersedia Rekaman transaksi lokal termasuk pembelian lokal, penggunaan
kontraktor lokal, dll menjadi indikatornya.
7. Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan
Pengelola perkebunan dan pabrik harus terus menerus meningkatkan
kinerja (sosial, ekonomi dan lingkungan) dengan mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi
berkelanjutan. Tersedia rekaman hasil penerapan perbaikan/peningkatan
yang dilakukan merupakan indikatornya.
Posted by Rengga Arnalis Renjani